Kadir dan Rencana Cabang Kedua…
Kadir tak lagi sibuk mengurusi detail harian. SOP yang dulu hanya ada di kepalanya, kini telah menjadi panduan tim. Kadir sedang mengerjakan pondasi bisnis jangka panjang. Sistem yang dulunya terlalu rumit, kini telah terurai menjadi jalur-jalur kerja yang hidup. Semua itu membuatnya berpikir lebih jauh:
“Kalau satu outlet sudah bisa jalan sendiri, apakah aku siap buka cabang baru?”
Pertanyaan itu terus bergema. Ia bukan sekadar ingin memperbesar omzet, tapi ingin tahu apakah sistem yang ia bangun bisa bertahan di tempat lain, dengan tim yang berbeda, tanpa kehadirannya setiap hari.
Ini bukan tentang menduplikasi dapur dan kasir. Tapi menduplikasi cara kerja.
Langkah pertama yang Kadir ambil adalah menyusun ulang semua SOP menjadi satu dokumen induk bukan lagi file berserakan, tapi Business Operation Manual. Isinya bukan cuma langkah-langkah kerja, tapi juga prinsip di baliknya.
Setiap bab dimulai dengan satu paragraf visi. Misalnya, pada bagian pelayanan pelanggan, Kadir menulis :
“Setiap pelanggan yang datang, harus pulang dengan perasaan lebih baik dari saat mereka datang. SOP hanya alat. Tujuan kita membuat pelanggan merasa dihargai.”
Ini penting. Karena Kadir belajar, sistem hanya akan bekerja dengan baik jika orang-orang memahami tujuan di balik langkah-langkah teknis.
Lalu ia menyusun struktur pelatihan onboarding untuk tim baru. Ia ingin cabang kedua punya standar pelatihan yang bisa diikuti siapapun, bahkan oleh supervisor baru yang belum pernah bertemu Kadir langsung. Pelatihan ini berbasis pada tiga elemen:
- Video simulasi kerja – dibuat dari rekaman proses kerja outlet pertama.
- Flowchart operasional besar – satu halaman peta kerja dari A sampai Z.
- Checklist evaluasi – agar pemilik cabang atau manajer bisa mengevaluasi staf secara objektif.
Kadir juga memetakan ulang peran-peran kunci. Ia menyusun daftar tanggung jawab untuk tiap posisi dapur, kasir, logistik, supervisor, sampai delivery partner. Bukan cuma tugas harian, tapi juga indikator keberhasilan. Karena ia tahu, sistem tak bisa hidup tanpa orang yang tahu apa yang sedang mereka jaga.
Setelah semua siap, Kadir menyusun satu dokumen terakhir. Panduan Persiapan Cabang Baru. Isinya:
- Estimasi kebutuhan alat dan perlengkapan
- Alur rekrutmen dan pelatihan staf
- Daftar mitra lokal (bahan baku, kurir, alat pendukung)
- Daftar prioritas minggu pertama operasi
- Rencana simulasi operasional selama 3 hari sebelum grand opening
Dokumen ini bukan proposal, bukan presentasi tapi alat tempur. Ia ingin, siapapun yang memegangnya, bisa langsung bergerak. Bahkan tanpa perlu bertanya-tanya.
Sampai di sini, Kadir belum membuka cabang kedua. Tapi ia sudah menyiapkan sistemnya.
Dan seperti yang sering dikatakan Jarwo “Kamu belum perlu buka cabang. Tapi kamu harus sudah siap kalau sewaktu-waktu Tuhan kasih peluang.”
Hari itu, Kadir menutup laptopnya. Di benaknya, belum ada lokasi baru. Tapi sistemnya sudah siap. Kalau ada lahan kosong minggu depan, ia tak perlu bingung. Karena semua yang perlu dilakukan… sudah dituliskan.
Kadir dan Sistem Kendali Jarak Jauh…
Dua bulan setelah semua persiapan sistem rampung, kabar itu datang. Temannya, Ardi, yang sudah lama menjadi pelanggan setia, menawarkan kerja sama membuka cabang di kota sebelah. Lokasinya strategis, dekat kampus dan kos-kosan. Lalu lintasnya padat, dan belum ada kuliner sejenis.
Kadir tak ragu. Ia tak menunda.
Tapi kali ini, ia memutuskan satu hal penting ia tidak akan ikut terlibat setiap hari. Ia ingin sistem yang sudah ia bangun diuji sungguh-sungguh. Bukan dengan mata dan tangan sendiri, tapi dengan struktur dan kejelasan alur yang ia rancang.
Baca Juga :
Kadir Membangun Bisnis Jangka Panjang (Bag. 1)
Langkah pertama dashboard harian.
Ia meminta satu staf bagian admin untuk membuat laporan harian dengan sistem sederhana. Google Sheet yang terhubung dengan form input. Setiap hari, supervisor cabang wajib mengisi:
- Jumlah order masuk
- Waktu rata-rata layanan
- Komplain pelanggan (jika ada)
- Stock alert untuk bahan pokok
- Kehadiran staf
Laporan itu otomatis masuk ke satu dashboard yang bisa dipantau Kadir kapan saja. Warna hijau artinya aman, kuning artinya butuh perhatian, merah artinya harus diintervensi.
Langkah kedua sistem komunikasi berjenjang
Kadir menetapkan struktur komunikasi satu arah ke atas, dua arah ke bawah. Artinya, supervisor cabang hanya perlu berkoordinasi dengan satu PIC pusat dan semua instruksi dari pusat harus bisa dijelaskan ke dua lapis bawah mereka. Aplikasi WhatsApp digunakan hanya untuk komunikasi cepat. Tapi untuk laporan dan keputusan, semua wajib masuk ke Notion Workspace yang ia buat lengkap dengan task board mingguan dan log keputusan.
Langkah ketiga rekaman evaluasi mingguan.
Alih-alih meminta semua tim hadir meeting Zoom, Kadir membuat format video singkat 10 menit tiap minggu. Isinya:
- Update omzet dan performa cabang utama
- Pujian untuk tim yang perform
- Catatan penting yang perlu disesuaikan
- Cerita inspiratif dari pelanggan atau staf
Video ini ditonton oleh tim cabang di hari Senin pagi sebelum buka warung. Cara ini lebih efektif dari meeting panjang. Karena semua bisa menyimak kapan saja, dan tak butuh banyak kuota.
Langkah keempat perwakilan budaya.
Kadir percaya bahwa sistem bisa menertibkan kerja, tapi budaya yang membuat orang betah. Maka ia menunjuk satu “penjaga budaya” di tiap cabang biasanya staf yang paling cepat paham cara kerja dan bisa menjaga suasana tim. Peran mereka bukan formal, tapi sangat penting.
Setiap dua minggu sekali, Kadir mengadakan sesi ngobrol santai 1:1 secara daring dengan penjaga budaya ini. Ia tak membahas SOP atau laporan. Ia hanya mendengar. Apa yang dirasa tim, apa yang mereka butuhkan, dan cerita-cerita kecil yang tak masuk ke spreadsheet.
Dari situ, ia tahu apakah sistemnya sekadar rapi di kertas, atau benar-benar hidup di lapangan. Dalam tiga bulan, cabang baru berjalan lancar.
Kadir hanya dua kali datang langsung ke lokasi. Bukan untuk menyelesaikan masalah, tapi untuk menyemangati. Dan saat ia duduk di meja panjang menghadap dapur terbuka, seorang pelanggan duduk di samping dan berkata, “Tempat ini beda, ya. Rapi, cepet, tapi tetap ramah.”
Kadir tersenyum. Ia tidak lagi perlu mengatur sendok satu per satu. Tapi arah tempat ini tetap ia jaga. Karena kini, ia bukan sekadar membangun warung. Ia membangun sistem bisnis jangka panjang. Dan sistem itu mulai bisa berdiri sendiri.
Bersambung …
Penulis : Slamet Sucahyo
Editor : Moh. Rizqo