Bagaimana cara membedakan utang produktif dan konsumtif, rasio aman, dan waktu yang tepat untuk mengambil pinjaman? Mari dipahami dengan sadar.
Utang Bisa Menyuburkan, Bisa Juga Membunuh
Banyak orang salah paham soal utang. Ada yang menghindarinya seolah utang adalah dosa. Ada juga yang begitu mudah mengambil utang seperti mengambil napas. Padahal, utang itu netral. Yang membuatnya menyelamatkan atau menghancurkan adalah siapa yang menggunakannya dan untuk apa.
Bayangkan utang seperti api. Di dapur, ia membantu kita memasak. Di ruang tamu, ia bisa membakar rumah. Yang membedakan adalah konteks dan kendali. Sama seperti api, utang harus dipakai dengan kesadaran penuh bukan dorongan emosional.
Baca Juga :
Mengapa Arus Kas Lebih Penting dari Laba?
Ketika Ambisi Tak Diiringi Strategi
Lila, 28 tahun, lulusan sekolah mode yang punya talenta dan visi besar. Ia percaya bahwa modest fashion di Indonesia punya potensi besar, apalagi di era media sosial. Ia sudah mulai dari bawah, menjual koleksi kecil lewat Instagram, merintis pelan-pelan.
Tapi lalu muncul tawaran pinjaman modal usaha dari bank. Limitnya besar, prosesnya cepat. Lila berpikir, “Ini kesempatan emas. Kalau saya nggak ambil sekarang, kapan lagi bisa scale up?” Tanpa business plan matang, ia ambil pinjaman Rp200 juta.
Ia pakai uang itu untuk produksi skala besar, menyewa booth di pameran bergengsi, dan membayar influencer top. Masalahnya, tidak ada validasi pasar. Koleksi yang diproduksi ternyata tidak cocok dengan selera target market. Booth sepi. Influencer ternyata tidak mendongkrak penjualan secara signifikan. Dalam 4 bulan, modal habis, utang mulai jatuh tempo, dan bisnisnya goyah.
Akhirnya? Lila gulung tikar. Sekarang, ia kembali bekerja kantoran untuk membayar cicilan utangnya selama tiga tahun ke depan. Ia belajar pelajaran mahal ” utang tanpa perhitungan adalah bom waktu.”
Jadi, Kapan Sebaiknya Kita Mengambil Utang?
1. Pahami Jenis Utang: Produktif vs Konsumtif
- Utang Produktif
Ini utang yang digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan uang. Misalnya, modal usaha, membeli alat kerja, kursus keterampilan yang langsung bisa menaikkan pendapatan. Utang ini bisa dibenarkan, asal perencanaannya realistis.
- Utang Konsumtif
Ini utang untuk membeli sesuatu yang nilainya menurun atau tidak menghasilkan pendapatan. Contohnya: kredit HP terbaru, liburan dengan paylater, cicilan sofa baru. Jika bukan kebutuhan vital, utang jenis ini sebaiknya dihindari.
2. Rumus Dasar Utang Sehat
“Utang yang sehat bukan yang paling besar, tapi yang paling terkendali.”
Berikut beberapa prinsip dan rasio yang bisa dijadikan pegangan:
- Rasio Cicilan Maksimal: 30% dari Penghasilan Tetap
Kalau penghasilan tetap Rp10 juta per bulan, maka cicilan utang sebaiknya tidak melebihi Rp3 juta. Ini untuk menjaga arus kas harian tetap aman.
- Untuk Usaha, Rasio Utang Terhadap Aset Maksimal 50%
Kalau bisnis punya aset senilai Rp500 juta, maka utang maksimal Rp250 juta. Ini untuk menjaga kesehatan neraca usaha.
- Cash Flow Lebih Penting dari Aset
Banyak orang merasa aman karena punya aset, padahal arus kas bulanan negatif. Ingat, utang dibayar dengan uang tunai, bukan dengan aset yang belum terjual.
- Utang Harus Punya Return Lebih Besar dari Besaran yang ditanggung
Kalau total tanggungan utang misal 100 juta per tahun, pastikan penggunaan uang itu bisa menghasilkan minimal lebih dari 100 juta dalam periode yang sama.
3. Jangan Tertipu Oleh “Niat Baik”
“Niat saya baik, kok. Saya pasti bayar.”
Sayangnya, dunia nyata tidak bekerja berdasarkan niat. Niat baik tanpa kemampuan dan perencanaan hanya akan berakhir sebagai tekanan finansial. Bank tidak menagih niat, debt collector tidak menghapus cicilan karena semangat.
Sebelum mengambil utang, tanyakan tiga hal penting ini:
- Bagaimana cara saya membayar kembali?
- Apa skenario terburuk jika rencana tidak berjalan lancar?
- Kalau harus menunda, apa dampaknya lebih besar daripada kalau saya memaksakan sekarang?
Jika jawabannya kabur, tunda. Jangan hanya karena “kesempatan langka” atau “godaan promo”.
Utang Adalah Alat, Bukan Jalan Pintas
Dalam hidup dan bisnis, utang bisa jadi jalan untuk tumbuh lebih cepat tapi juga bisa jadi batu yang membuat kita tersandung. Yang menentukan bukan besarnya pinjaman, tapi kedalaman perhitungan kita.
Berutang itu tidak salah. Yang salah adalah berutang tanpa tahu cara bertahan jika rencana gagal. Bukan cuma niat membayar yang penting, tapi kemampuan dan strategi untuk benar-benar bisa membayar dalam situasi terbaik maupun terburuk.
Kalau masih ragu lebih baik tahan. Tahan sekarang lebih baik daripada terjerat panjang kemudian.
Penulis : Slamet Sucahyo
Editor : Moh. Rizqo