Kadir dan Kesalahan Tafsir Tentang Kolaborasi 

Komunitas Tumbuh, Tapi Bisnisnya Tertinggal

kolaborasi

“Kolaborasi bukan soal sibuk hadir di banyak tempat, tapi soal hadir utuh di tempat yang paling penting. – Slamet Sucahyo”

Kadir dikenal sebagai sosok yang mudah bergaul dan penuh semangat. Dalam waktu singkat sejak memulai usahanya, ia sudah menjadi bagian dari banyak komunitas bisnis, UMKM, dan wirausaha muda. Tak hanya sebagai anggota, Kadir bahkan aktif menjadi pengurus di lima komunitas dan menjabat sebagai ketua di dua di antaranya. 

Secara sosial, ia tampak sukses. Namanya dikenal. Jejak kehadirannya memenuhi kalender kegiatan. Ia sering diundang menjadi pembicara, fasilitator diskusi, bahkan perwakilan UMKM ke dinas daerah. Setiap minggu ada saja rapat, temu jejaring, workshop, dan kunjungan ke kegiatan kolaboratif lintas komunitas 

Semua ini terdengar seperti buah dari sebuah strategi jitu, berjejaring untuk memperluas peluang. Tapi ternyata, tidak sesederhana itu. 

Baca Juga :
Antara Citra dan Realita: Ketika Personal Branding Jadi Topeng Tipis untuk Menarik Investor

Komunitas Tumbuh. Tapi Bisnisnya Tidak. 

Semakin hari, waktu Kadir tersita untuk mengurus hal-hal di luar bisnisnya sendiri.  Produksi mulai sering terlambat.  Laporan keuangan tidak pernah lagi ditinjau.  Tim mulai kehilangan arahan. Komplain pelanggan meningkat, dan pelanggan lama mulai diam-diam pergi. 

Sementara Kadir sibuk membangun kolaborasi dan mendukung pertumbuhan komunitas, bisnisnya justru mandek, bahkan mundur perlahan. 

Ironis, karena ia merasa sudah melakukan hal yang tepat seperti yang sering ditekankan oleh banyak mentor bisnis: “Bangun kolaborasi, jangan kerja sendiri!” 

Salah Tafsir! Kolaborasi Bukan Pelarian 

 Apa yang salah? 

Yang salah bukan pada semangat kolaborasinya. Yang salah adalah pada penempatan prioritas dan tafsir yang keliru. 

Kolaborasi yang sehat seharusnya: 

  1. Membantu bisnis tumbuh lewat sinergi konkret, 
  2. Menjadi ruang belajar dan bertukar sumber daya, 
  3. Dan mendorong efisiensi atau percepatan. 

Tapi kalau kolaborasi berubah menjadi pelarian dari tantangan internal, maka itu bukan lagi strategi, itu adalah penghindaran yang terselubung. 

Kadir tidak sadar bahwa yang dibutuhkan bisnisnya saat ini adalah keterlibatan penuh, bukan perluasan aktivitas eksternal. Ia mencari energi dari luar saat sumber masalah ada di dalam. 

Aktivisme Komunitas vs Kepemimpinan Bisnis 

Menjadi pemimpin komunitas tidak sama dengan memimpin bisnis sendiri.  Di komunitas, tantangan bisa dibagi. Keputusan tidak langsung berdampak ke pemasukan pribadi. Sementara di bisnis: 

  1. Keputusan keliru langsung berdampak pada arus kas. 
  2. Ketidakhadiran bisa memutus arah tim. 
  3. Tidak adanya evaluasi bisa membuat masalah kecil jadi bom waktu. 

Kadir belum membangun sistem yang stabil di dalam bisnisnya. Belum ada tim yang benar-benar mandiri. Belum ada proses yang bisa berjalan tanpa kehadirannya. Tapi ia sudah terlalu jauh meninggalkan “dapur” untuk berdiri di banyak panggung. 

Kolaborasi Butuh Fondasi Internal 

Kolaborasi tidak bisa jadi kendaraan utama kalau fondasi internal belum kuat.  Bisnis yang belum stabil ibarat rumah yang belum rampung, tapi sudah mengundang banyak tamu. 

Sebelum sibuk keluar membangun koneksi, ada baiknya membangun: 

  1. SOP yang berjalan tanpa didorong terus-menerus, 
  2. Tim kecil yang bisa mengambil keputusan harian, 
  3. Alur kerja yang bisa dievaluasi rutin, 
  4. Keuangan yang dipantau dan dipahami pemiliknya sendiri. 

Kalau itu semua belum ada, maka kolaborasi yang kita bangun justru berisiko mempercepat kehancuran, bukan pertumbuhan. 

Pulang ke Arah Awal 

Kadir akhirnya sampai pada satu kesimpulan pahit tapi penting. Ia harus berhenti sejenak dari semua kegiatan luar.  Ia perlu membenahi bisnisnya dari dalam. Menyusun ulang prioritas. Mengembalikan arah. 

Tidak mudah bagi orang seperti Kadir untuk mengatakan “tidak” pada undangan komunitas. Tapi dalam dunia usaha, kadang keputusan terbaik adalah berhenti tampil dan mulai mendengar. Bukan mendengar orang lain, tapi mendengar suara batin bisnis yang mulai kehabisan napas. 

Tidak Semua Kolaborasi Perlu Diikuti 

Kolaborasi adalah alat, bukan tujuan. 

Ia hanya berguna jika mampu mempercepat dan memperkuat fondasi usaha yang sudah mulai terbentuk. Tanpa itu, ia hanya jadi nama lain dari kesibukan yang menyesatkan. 

“Yang paling perlu dikolaborasikan pertama-tama adalah antara tindakan dan prioritas diri sendiri.” 

Penulis : Slamet Sucahyo
Editor : Moh. Rizqo

Exit mobile version