Kebangkrutan sering kali terlihat sebagai titik akhir. Tapi sebelum sampai di sana, ada fase panjang bernama “menunda bangkrut” fase di mana pelaku usaha masih berjuang, mencoba segala cara agar bisnis tetap hidup. Masalahnya, banyak yang tidak membedakan antara strategi bertahan dan ilusi keselamatan. Di sinilah aspek finansial dan strategi bisnis memainkan peran krusial.
Jangan Asal Bertahan, Lakukan Diagnosis Finansial.
Langkah pertama adalah membaca sinyal bahaya dengan jujur. Banyak pelaku usaha yang tahu bisnisnya berdarah, tapi tetap berjalan seperti biasa. Akhirnya, yang terjadi bukan penyelamatan, tapi pemborosan.
Beberapa indikator finansial yang perlu diwaspadai :
- Arus kas negatif secara konsisten. Ini tanda utama bahwa bisnis tidak mampu membiayai operasional dari penghasilan sendiri.
- Rasio utang terhadap ekuitas yang melonjak. Semakin besar ketergantungan terhadap utang, semakin tinggi risiko gagal bayar.
- Tingkat perputaran piutang dan persediaan melambat. Artinya, uang tertahan di tempat yang tidak produktif.
- Margin laba terus menipis. Penjualan mungkin tetap, tapi biaya membengkak. Menunda evaluasi terhadap indikator-indikator ini hanya memperburuk posisi tawar bisnis di mata investor, kreditor, bahkan karyawan.
Bertahan dengan Angka, Bukan Perasaan.
Jika bisnis mulai menunjukkan gejala krisis, waktu dan uang menjadi aset paling berharga. Maka strategi keuangan harus fokus pada likuiditas dan efisiensi.
Beberapa pendekatan yang bisa diambil :
- Cash flow first. Lupakan dulu target pertumbuhan. Prioritaskan pengelolaan arus kas harian dan mingguan. Buat skenario terbaik, sedang, dan terburuk. Rencanakan kebutuhan dana berdasarkan itu.
- Pengurangan beban tetap. Sewa, gaji manajerial, kontrak vendor yang bisa dinegosiasi ulang, semua harus dievaluasi ulang. Konversi beban tetap menjadi beban variabel jika memungkinkan.
- Jual aset non-produktif. Jika aset tidak mendatangkan arus kas dalam 6–12 bulan, pertimbangkan untuk dijual. Tapi jangan menjual aset inti yang menopang model bisnis kecuali sebagai langkah terakhir.
- Negosiasi dengan kreditor dan supplier. Tawarkan pembayaran bertahap, atau restrukturisasi utang. Banyak pihak lebih memilih menerima pembayaran lambat daripada kehilangan seluruhnya.
- Hindari utang baru tanpa model balik modal. Menambah pinjaman hanya masuk akal jika ada strategi jelas bagaimana utang itu akan menghasilkan pendapatan baru.
- Ubah Model Bisnis, Bukan Sekadar Bertahan.
Menunda bangkrut bukan berarti membeku di tempat. Justru saat-saat genting ini bisa jadi momen terbaik untuk meninjau ulang strategi bisnis secara menyeluruh.
Langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan :
- Revisit value proposition. Apakah produk atau jasa anda masih benar-benar dibutuhkan pasar? Apakah masih relevan dengan kondisi sekarang?
- Fokus pada segmen paling menguntungkan. Jangan kejar semua pasar. Fokus pada pelanggan yang loyal dan memberikan margin terbaik. Pangkas layanan atau produk yang tidak menghasilkan.
- Digitalisasi sebagai efisiensi, bukan tren. Alihkan proses manual ke otomatis jika itu menghemat biaya dalam jangka pendek dan menengah. Gunakan software keuangan, CRM, atau POS yang mempercepat alur kerja.
- Pivot jika perlu. Kadang bisnis tidak perlu “diselamatkan” ia perlu diubah total. Lihat bagaimana banyak restoran saat pandemi beralih menjadi dapur online atau katering khusus. Bukan menunda kehancuran, tapi mengubah arah.
- Kolaborasi atau merger. Cari mitra yang bisa memperkuat posisi. Entah lewat joint venture, white label, atau bahkan akuisisi. Lebih baik melepas sebagian kepemilikan daripada kehilangan semuanya.
Transparansi Internal
Dalam kondisi krisis menuju bangkrut, semua pihak harus paham posisi sebenarnya. Jangan sembunyikan kondisi keuangan dari tim inti. Ajak mereka terlibat dalam mencari solusi. Kadang karyawan justru punya ide efisiensi atau inovasi yang tidak terpikirkan oleh manajemen.
Transparansi juga penting dalam menjaga kepercayaan kreditor, investor, dan pelanggan. Lebih baik jujur sejak awal dan menawarkan solusi bersama daripada kehilangan kepercayaan dan ditinggal total.
Rencana Keluar Jika Semua Gagal (Exit Policy)
Setiap strategi bertahan harus punya batas. Kalau dalam 3–6 bulan tidak ada perbaikan signifikan, mungkin sudah saatnya menyiapkan exit plan. Ini bisa berupa:
- Likuidasi sukarela.
- Penjualan aset bisnis.
- Pengajuan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
- Pailit terstruktur dengan perlindungan hukum.
- Rencana keluar bukan berarti menyerah. Itu bagian dari tanggung jawab finansial untuk meminimalkan kerugian dan menyelamatkan sisa aset atau reputasi yang bisa digunakan untuk usaha berikutnya.
Jangan Sekadar Menunda, Ambil Kendali.
Menunda bangkrut bisa jadi strategi, asalkan disertai dengan tindakan konkret dan analisis finansial yang jujur. Bertahan demi bertahan hanya menguras sumber daya tanpa arah. Tapi bertahan dengan strategi berbasis data, efisiensi, dan pergeseran model bisnis masih punya peluang untuk pulih.
Kuncinya adalah tidak membiarkan waktu mengatur arah. Ambil kendali, buat keputusan sulit lebih cepat, dan jangan pernah mengandalkan harapan kosong sebagai satu-satunya rencana.
Penulis : Slamet Sucahyo
Editor : Moh Rizqo